"DAULAT BELAJAR" DALAM MENYIKAPI DINAMIKA PENDIDIKAN SAAT INI
Konsep Daulat Belajar ini secara resmi akan diperkenalkan oleh Fathur Rachim (Mandikbud) yang juga Pendiri dari HIPPER Indonesia pada kegiatan diskusi bertajuk "BAGAIMANA SAHABAT HIPPER MENYIKAPI DINAMIKA PENDIDIKAN SAAT INI?" yang akan diadakan pada tanggal 5 Desember 2020 di Channel HIPPER Indonesia.
Daulat Belajar adalah sebuah konsep pendidikan dimana belajar yang bertuah dan penuh makna dicapai dengan memberikan kekuasaan dan keleluasaan kepada para pembelajar baik guru maupun siswa dalam merencanakan, merancang serta berproses untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diliputi rasa kebahagian dalam aplikasinya.
Cara terbaik belajar adalah dengan mengajarkannya, untuk itu jadilah seorang guru, minimal guru bagi diri sendiri. Sehingga pembelajar (guru dan siswa) terlebih jika dia adalah seorang guru maka harus benar-benar memahami secara mendalam bagaimana seharusnya berprilaku, bersikap dan bertindak sebagai seorang "Guru".
Guru memiliki peran yang sangat penting dan tidak tergantikan oleh teknologi dalam membangun kompetensi peserta didik agar dapat hidup bermasyarakat hari ini dan terlebih dimasa mendatang. Jika kita sering mendengar istilah "Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya", maka begitu pula output dan outcome peserta didik, hasilnya tidak akan jauh dari gurunya, baik guru disekolah, guru dirumah (orang tua dan saudara) maupun guru dimasyarakat (tetangga, teman bermain) sebagai bagian dari tripusat pendidikan.
Sejatinya, peserta didik itu adalah cerminan dari proses yang dilakukan oleh gurunya. Jika pantulan cerminnya kabur, samar atau blur, maka bisa dipastikan ada yang salah dalam prosesnya. Bisa saja itu pantulan gurunya disekolah atau ada faktor "guru" lain sehingga hasilnya tidak maksimal. Untuk itulah Daulat Belajar diperlukan.
Belajar Merdeka atau Merdeka Belajar tidaklah cukup, karena Merdeka namun tidak Berdaulat juga tidak akan berdampak signifikan, perlu Daulat Belajar bagi pendidik dan peserta didik. Banyak hal yang membuat siswa dan guru tidak dapat berdaulat dalam belajar. Banyak guru terbelenggu dengan administrasi pembelajaran yang nampak begitu indah dalam tatanan adminsitratif. Banyak guru tak berdaulat atas proses pembelajaran yang mereka lakukan. Banyak guru tersandera oleh berbagai sintaks model-model pembelajaran yang dilatihkan secara resmi, dan ketidak berdaulatan lainnya. Tampak merdeka namun masih tersandera.
Begitupula yang terjadi pada siswa sebagai seorang pembelajar mereka juga tidak berdaulat dengan tuntutan guru dengan kurikulum yang kurang memberikan efek dan manfaat untuk kehidupan mereka saat ini dan mendatang. Fokus masih pada ketercapaian konten, bukan pada kompetensi masih terus terjadi. Hal ini diperparah dengan tidak adanya cetak biru pendidikan di level nasional, level satuan pendidikan yang jelas dan terukur, serta ambigu dan membingungkannya berbagai peraturan perundangan baik peraturan pemerintah, peraturan menteri, surat edaran hingga juknis/juklak yang ada terkadang memperparah potret pendidikan kita.
Sebagai contoh, misalnya pada Standar Kompetensi Guru (SKG) kita masih mengacu pada Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 yang mana usianya sudah cukup tua untuk sebuah ukuran/standar yang digunakan, yakni hampir 13 tahun. Disisi lain kita menuntut guru-guru kita memiliki kompetensi lebih dan kecakapan abad 21 begitu pula dengan peserta didiknya, sementara payung hukum dan landasannya saja belum diperbaiki dan diupdate hingga saat ini. Lalu bagaimana dapat membekali peserta didiknya, jika landasan hukumnya belum diupdate, gurunya belum dilatihkan mengenai kompetensi itu.
Contoh lain seperti pembelajara jarak jauh (PJJ) atau BDR yang diselenggarakan saat ini yang tertatih-tatih sebagai bukti bahwa memang kita tidak punya cetak biru pendidikan untuk mengantisipasi dan mengatasi kejadian-kejadian seperti ini yang bisa saja terjadi lagi untuk tahun-tahun mendatang. Ada permasalahan akses dan mutu yang sudah sejak lama terjadi namun belum mampu diselesaikan secara komprehensif.
Hal lain yang membuat MBS atau sekolah tidak bisa berdaulat misalnya dengan sistem data pokok pendidikan yang acap kali malah membelenggu sekolah bahkan menggiring sekolah kepada kemunduran kualitas. Contohnya berdasarkan Permendikbud 22 Tahun 2016 dan Permendikbud 17 Tahun 2017 didalam penentuan jumlah siswa MAKSIMAL dalam satu rombel untuk SMA maksimal 36 siswa, SMP 32 siswa dan SD 28 siswa. Namun DAPODIK akan bertindak sesuai dengan "keinginannya", bukan sesuai keinginan peraturan dengan membuat jebakan, semua rombel harus 36 (SMA) atau memenuhi rasio (jumlah siswa/36) dengan pembulatan keatas, artinya DAPODIK menabrak ketentuan dalam Permendikbud tersebut yang tidak ada batas minimum, begitupula pada jenjang lainnya. Jika ingin membatasi tuangkan saja di Permendikbud agar kebijakan itu terukur tidak terkesan tambal sulam dan seperti tidak terencana dengan baik.
Akhirnya sekolah-sekolah swasta dan sekolah-sekolah negeri "bagus" yang biasanya "lebih senang" dengan jumlah anggota rombel kecil (minimal) untuk mempermudah pengelolaan kelas dan lebih bisa memberikan pelayanan maksimal bagi peserta didik, tertular dan "dipaksa" juga harus mengikuti DAPODIK yang jelas-jelas melanggar ketentuan yang ada, dalam istilah Ombudsman ini adalah "malpraktik" dalam penyelenggaraan pendidikan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dilakukan oleh "mereka" sendiri.
Konsep Daulat Belajar yang dikemukakan diatas, harus didukung dengan instrumen yang juga mendukung untuk dapat terlaksananya "DAULAT BELAJAR" di satuan pendidikan untuk menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani pencapaian skor tertentu namun juga tanpa dibelenggu oleh aturan-aturan yang membuat guru dan sekolah tidak mampu bergerak leluasa dalam berkarya untuk mendidik anak bangsa.
Pokok-pokok kebijakan dari DAULAT BELAJAR ini meliputi:
Daulat Pendidikan
Daulat Tata Kelola Lembaga Pendidikan
Daulat Tata Kelola Pendidik
Daulat Tata Kelola Tenaga Kependidikan
Daulat Sistem dan Kebijakan
Daulat Akses Pendidikan
Daulat Penganggaran
Daulat Sekolah
Daulat Manajerial Satuan Pendidikan
Daulat Pengembangan Kurikulum
Daulat Pembelajaran
Daulat Sistem Asesmen
Daulat Pembiayaan
Daulat Guru ---> Guru Bergerak
Daulat Mengajar
Daulat Asesmen
Daulat Pengembangan Kompetensi
Daulat Administrasi Pembelajaran
Daulat Administrasi Kepegawaian
Daulat Penghargaan
Daulat Berorganisasi
Daulat Prestasi
Daulat Kompetensi
Daulat Berorganisasi
sukses selalu untuk hiper Indonesia
BalasHapusMaju Bersama HIPPER Indonesia....Terimakasih Pak Fathur
BalasHapusSama-sama
Hapus