MASALAH DAN BEBAN ADMINISTRASI GURU SERTA SOLUSINYA!
https://www.fathur.web.id/2019/12/masalah-dan-beban-administrasi-guru.html
Berkaitan dengan pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Bapak Nadiem Makarim dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional (HGN) 2019 yang di publikasikan diberbagai media televisi, cetak maupun online menyampaikan beberapa hal dan satu diantaranya adalah bahwa guru jangan terlalu dibebani dengan urusan administratif sehingga melupakan tugas utama seorang guru. Berikut beberapa permasalahan yang berhasil kami rangkum serta solusi yang mungkin dilakukan.
1. Tuntutan, tugas pokok dan fungsi serta
kewajiban Guru dan Dosen yang berbeda maka sudah selayaknya diatur dalam UU
yang berbeda. UU Guru nantinya dibuat dengan melibatkan guru dan organisasi
profesi. Salah satu dampak penggabungan UU Guru dan Dosen ini seperti dalam
kenaikan pangkat Guru dituntut untuk melakukan Penelitian seperti layaknya
seorang Dosen. Padahal UU Guru dan Dosen sendiri hanya menyebutkan kewajiban
guru adalah “merencanakan pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran”, (UU No.14 Tahun 2005 dan
PermenPANRB)
2. Pasal 8 dan 9 dalam UU Guru dan Dosen, Guru
wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud diperoleh melalui
pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.
Perlu dilakukan afirmasi dan revisi terhadap pasal ini mengingat jumlah
guru yang ada saat ini masih sangat terbatas terlebih jika dihitung jumlah PNS
Guru dan sebarannya. Sehingga syarat kualifikasi akademik ini ditambahkan
pengakuan terhadap Program Penyetaraan atau Sertifikasi Profesi/Pendidik.
Artinya meskipun S1 tidak sesuai dengan kualifikasi akademiknya, namun dia
profesional mengajar yang dibuktikan dengan program penyetaraan atau
sertifikasi profesi/pendidik, bahkan bersedia mengajar di daerah SM3T maka
dapat diakui eksistensinya, termasuk dalam Data Pokok Kependidikan (DAPODIK).
3. Guru tidak memiliki Hak Cuti karena jika guru
mengambil Cuti Tahunan dan Cuti Besar maka akan mengganggu proses belajar
mengajar. Namun ketika guru mengikuti siswanya saat Libur Sekolah maka dia
selalu “diganggu” dengan berbagai pasal berlapis diberbagai aturan perundangan
baik UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN maupun PP 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin
PNS serta Peraturan Daerahnya.
4.
Guru sebagai seorang ASN dituntut 37.5 jam berada
di tempat kerja dan sebagai seorang Guru dia di tuntut untuk MENGAJAR secara
tatap muka MINIMAL 24 jam seminggu dan maksimum 40 jam per minggu. Tampak
sederhana dan wajar sebenarnya, namun sebenarnya ini diluar batas-batas
kewajaran dan kemanusiaan. Guru merupakan sebuah Profesi yang harus
“difasilitasi” dengan UU tersendiri bukan “diatur”.
UU Guru dan Dosen menyebutkan kewajiban guru adalah “merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses
pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran”, artinya kebijakan minimal mengajar 24 jam tatap muka perminggu
belum mengakui perencanaan pembelajaran, penilaian dan evaluasi yang dilakukan
oleh guru.
Disisi lain 24 jam per minggu saja sudah cukup banyak menghabiskan waktu
guru, terlebih jika dilakukan 40 jam perminggu yang mungkin guru dalam praktik
dilapangannya tidak akan pernah sempat sarapan bahkan makan siang, apalagi jika
harus dituntut untuk mendidik, MENGAJAR,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi.
Untuk itu pola pemenuhan beban kerja guru minimal 24 jam tatap muka dalam
seminggu sebaiknya DIKURANGI atau bahkan diganti dengan pola 37.5 jam atau pola
lainnya sehingga guru bisa fokus dalam mengajar tanpa disibukkan bagaimana
harus memenuhi 24 jam.
5. Pemenuhan beban kerja guru jangan dijadikan
landasan dalam pencairan sertifikasi bagi guru. Sertifikasi Guru sebagai salah
satu bentuk tunjangan bagi guru hendaknya melekat pada gajih dan administrasi
pencairannya disederhanakan serta tidak bergantung pada validasi data di Dapodik,
khususnya masalah minimal 24 jam tatap muka, tugas tambahan, rasio guru dengan
siswa, linieritas serta ketergantungan dengan validasi mapel lain yang
berakibat keresahan.
6. Pada dasarnya semua guru memiliki kewajiban
(baca:tugas tambahan) diluar MENGAJAR, yakni mendidik, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi serta tugas tambahan lainnya seperti wakil
kepala, kepala lab, wali kelas, pembina dsb. Dan hal ini banyak yang belum
diakui oleh regulasi yang ada yang berhubungan dengan tunjangan profesi masalah
pemenuhan beban kerja guru minimal 24 jam tatap muka.
7. Rasio Guru dengan Siswa dengan pola sekarang
yang ada di Dapodik berdampak pada maksimalnya jumlah siswa dalam sebuah rombel
yakni 36 untuk jenjang SMA. Padahal di aturannya jumlah siswa dalam sebuah
rombel minimal 20 dan maksimal 36. Ini pula berdampak pada beban guru dalam
melaksanakan tugas mendidik, MENGAJAR,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi.
DAPODIK lebih disederhanakan dalam pengaturan yang berhubungan dengan
pemenuhan jam tatap muka guru, tidak berbasis rasio guru dengan siswa mengingat
begitu variatifnya permasalahan dan sebaran guru yang ada.
8.
Perlunya penyederhanaan perangkat
administrasi pembelajaran guru. Misal program tahunan dan program semester
digabung karena isinya hampir sama, atau penggabungan Silabus dan RPP yang
isinya juga hampir sama. Banyak perangkat administrasi guru dapat lebih
disederhanakan dan digabung untuk mengurangi beban adminsitrasi. Berikan
rambu-rambu umumnya tanpa harus “membatasi” kebebasan guru dalam berkreasi dan
berinovasi, semisal jangan hanya karena berbeda format saja, fokus kepada
substansinya yang terpenting.
9.
Untuk menuju “paperless school” dan
mengurangi beban untuk biaya ATK, ada baiknya perangkat administrasi guru dapat
hanya dalam bentuk softcopy/digital saja baik dan kebijakannya harus
disinkronkan dengan pengawas sekolah maupun untuk kebutuhan akreditasi sekolah.
10. Perlu ada tenaga kependidikan khusus
disekolah (TENDIK) yang bertugas untuk mengelola Dapodik, Eraport dan berbagai
aplikasi yang ada termasuk teknisi dan proktor UN dengan seminimal mungkin
mengurangi keterlibatan guru dengan harapan mengurangi beban kerja guru-guru
yang ada agar dapat fokus dengan tugas pokok mereka sebagai guru.
11.
Begitu banyak data yang harus selalu di
update, data kepegawain BKD, data dinas pendidikan, data guru di Dapodik dan
data untuk keperluans sertifikasi serta data untuk SKP, PKG, PKP, Angka
Kredit/PAK dll . Itu semua belum termasuk data lainnya yang dibebankan kepada
guru sebagai tugas tambahan mereka seperti data siswa serta data sekolah dsb.
Bahkan beberapa berkas FISIK juga harus diurus sendiri oleh guru seperti KGB,
Sertifikasi, PPG, Kenaikan Pangkat, Pengurusan SK yang kadang dengan kondisi
Geografis yang tidak mungkin diselesaikan dalam 1-2 jam namun 1-3 hari karena
harus melintasi hutan, sungai dan kemacetan kota, belum lagi jika terjadi
kekurangan berkas, berkas tidak lengkap atau petugas yang ingin ditemu tidak
berada ditempat.
12.
Standar Kompetensi Guru (SKG) Tahun 2007
sudah saatnya ditinjau ulang dengan mengadaptasi International Standard
dan kecakapan abad 21.
Untuk meningkatkan kualitas mutu lulusan bergantung pada kualitas proses
pembelajaran, dan hal tersebut ditentukan oleh kuaslitas guru nya. Perlu adanya
peninjauan kembali SKG dengan mengintegrasikan dan/atau mengadaptasi beberapa
standar International yang ada serta frameworknya seperti ISTE Teacher Standar.
Dengan SKG terbaru inilah nantinya menjadi banchmarking kualitas guru-guru
kita.
13. Konsep mastery learning hubungannya dengan
program remedial dan pengayaan perlu dirumuskan kembali aspek-aspek penilaian
yang terkait dengan semuanya itu. Semisal remedial sering dijadikan “senjata”
bagi siswa untuk “menyerah” dengan kemenangan.
14.
Kedudukan dan fungsi nilai USBN Praktik yang terkadang
hanya sebatas pemanis saja, bahkan mungkin tidak sempat dilakukan. Pilihannya
adalah fokus pada penguasaan kompetensi dan kecakapan abad 21 dalam proses
pembelajaran ATAU “melakoni” serangkaian aktifitas akhir tahun (kelas XII)
seperti tryout, ujian praktik, USBN dan UN seta Raport Semester 6.
15.
Raport SEMESTER
6 yang tidak menggambarkan kondisi utuh peserta didik, karena pada praktik
pelaksanaanya lebih sering hanya berlangsung kurang dari 3 bulan sehingga tidak
dapat dikatakan sebagai SEMESTER. Guru dan Siswa “dipaksa” untuk menyelesaikan
materi yang harusnya diselesaikan dalam 6 bulan, namun harus diselesaikan atau
dipaksa selesai kurang dari 3 bulan bahkan 2 bulan karena ada rentetan kegiatan
penilaian sekolah lainnya yang harus diikuti oleh siswa yakni USBN dan UN
ditambah lagi berbagai tryout dan persiapannya, belum lagi untuk UTBK perguruan
tinggi.
Praktis sebenarnya hampir-hampir tidak ada pembelajaran di SEMESTER 6 dan
anehnya penilainnya harus tetap ada dan utuh. Dan akhirnya Guru lah yang juga
akan menanggung beban “penilaian Ujian Praktik (USBN), USBN Teori, Raport
semester 6” dalam rentang waktu yang hampir bersamaan.
16. Fungsi Penilaian Akhir Semester dan Penilaian
Harian. Penilaian Harian yang berbasis KD dan mengukur ketercapaian kompetensi
dasar sebuah KD digabungkan dengan Penilaian Akhir Semester (PAS) yang mengukur
sekaligus beberapa KD. Guru harus memecah nilai-nilai PAS kedalam KD dan
mendistribusikannya kedalam penilaian di Raport, dimana kedudukan PAS dan
Penilaian Harian adalah sama/setara. Jika tidak berbantuan TIK maka hal ini
akan cukup merepotkan bagi guru.
Perlu peninjauan kembali Tujuan dan Fungsi Penlian Harian, Penilaian Akhir
Semester, Penilaian Akhir Tahun, Ujian Praktik, USBN dan UN hubungannya dengan
produk akhir penilaian yakni Raport, SKHUN dan Ijazah.
17. Penilaian sikap spritual dan sosial atau
penilaian karakter lainnya dalam praktiknya dilapangan yang terkesan
mengada-ada, sangat subyektif dan cukup membebani guru dalam menilai tiap
peserta didik secara obyektif.
Fathur Rachim, S.Kom, M.Pd
fathur@agtifindo.or.id
https://fathur.web.id
WA/Telegram : 081952573493
Terimakasih atas saran dan tanggapannya, segera akan dibalas !